PRAKARYA KELAS 8 "PENGOLAHAN SEREALIA, KACANG-KACANGAN, DAN UMBI-UMBIAN MENJADI BAHAN PANGAN SETENGAH JADI"

Pada postingan sebelumnya kita sudah mengulas mengenai bahan pangan yang tergolong ke dalam kelompok bahan pangan serealia, kacang-kacangan, dan umbi-umbian dan pengolahannya menjadi makanan/minuman siap saji. Maka pada postingan kali ini kita akan mengulas mengenai cara mengolah bahan pangan serealia, kacang-kacangan, dan umbi-umbian agar menjadi produk/bahan pangan setengah jadi.

A. PENGERTIAN BAHAN PANGAN SETENGAH JADI

  • Bahan Pangan Mentah adalah bahan pangan dari hasil pertanian, perikanan, ataupun peternakan yang belum mengalami pengolahan.

  • Bahan Pangan Setengah Jadi merupakan bahan pangan mentah yang telah mengalami pengolahan agar menjadi bahan yang lebih awet  (memiliki masa simpan lebih lama daripada bahan pangan mentah) sebelum digunakan untuk membuat produk makanan yang diinginkan (makanan siap saji).
  • Contoh bahan pangan setengah jadi antara lain: tepung beras, tepung ketan, tepung terigu/gandum, hunkue, maizena, kanji/tapioka, panir, gaplek, beras cepat tanak,  dan lain sebagainya. 
  • Manfaat mengolah serealia, kacang-kacangan, dan umbi-umbian menjadi bahan pangan setengah jadi antara lain: (1)  memiliki rasa khas; (2) mudah  disimpan; (3) lebih tahan lama (awet).

Keuntungan bahan pangan mentah yang diolah menjadi bahan pangan setengah jadi adalah:
  1. Menjadi bahan baku yang fleksibel untuk industri pengolahan lanjutan
  2. Dapat diperjual-belikan antar daerah dan sebagai komoditas ekspor
  3. Aman dalam distribusi dari satu tempat ke tempat lainnya
  4. Dapat dikemas lebih ringkas
  5. Menghemat ruangan dalam penyimpanan
  6. Mengurangi biaya dalam penyimpanan
  7. Tahan lama dan lebih kuat pada cuaca dingin atau panas.

B. JENIS PRODUK/BAHAN PANGAN SETENGAH JADI DARI SEREALIA, KACANG-KACANGAN, DAN UMBI-UMBIAN

1. JENIS PRODUK/BAHAN PANGAN SETENGAH JADI DARI BAHAN SEREALIA

  • Contoh Produk/Bahan Pangan Setengah Jadi dari Beras antara lain: kerupuk gendar, rengginang, tepung beras, bihun, dan beras instan.
  • Contoh Produk/Bahan Pangan Setengah Jadi dari Jagung antara lain: jagung pipil kering, beras jagung, tepung jagung (maizena), jagung instan, berondong jagung, popcorn, penyedap rasa jagung (biasa digunakan dalam memberikan rasa pada chiki/jajanan/makanan ringan anak-anak).
  • Contoh Produk/Bahan Pangan Setengah Jadi dari Gandum antara lain: pasta (makaroni, spagheti, lasagna), tepung gandum/whole wheat flour (tepung berwarna cokelat yang terbuat dari seluruh bagian biji gandum yang dihaluskan), tepung terigu (tepung berwarna putih susu yang terbuat dari bagian terdalam biji gandum yang dihaluskan), mi, kerupuk.
  • Contoh Produk/Bahan Pangan Setengah Jadi dari Sorgum antara lain: beras sorgum, tepung sorgum, kerupuk, rengginang sorgum.

2. JENIS PRODUK/BAHAN PANGAN SETENGAH JADI DARI BAHAN KACANG-KACANGAN

  • Contoh Produk/Bahan Pangan Setengah Jadi dari Bahan Kacang Tanah antara lain: minyak kacang tanah, tepung kacang tanah, selai kacang tanah.

  • Contoh Produk/Bahan Pangan Setengah Jadi dari Bahan Kacang Hijau antara lain: tepung hunkue (tepung kacang hijau), taoge/kecambah.

  • Contoh Produk/Bahan Pangan Setengah Jadi dari Bahan Kacang kedelai antara lain: tahu, tempe, oncom, kecap, tauco, tepung kedelai, kembang tahu.

3. JENIS PRODUK/BAHAN PANGAN SETENGAH JADI DARI BAHAN UMBI-UMBIAN

  • Contoh Produk/Bahan Pangan Setengah Jadi dari Bahan Ubi Jalar antara lain: tepung ubi jalar, gaplek ubi jalar, pati ubi jalar.

  • Contoh Produk/Bahan Pangan Setengah Jadi dari Bahan Singkong/Ubi Kayu antara lain: gaplek, tiwul instan, beras singkong (rasi), tepung tapioka/tepung kanji (tepung pati singkong), tepung mocaf (tepung singkong yang difermentasi), kerupuk opak.

  • Contoh Produk/Bahan Pangan Setengah Jadi dari Bahan Talas antara lain: tepung talas.

  • Contoh Produk/Bahan Pangan Setengah Jadi dari Bahan Kentang antara lain: tepung kentang, kentang beku.

C. TEKNIK PENGOLAHAN

  • Pada pengolahan bahan pangan serealia, kacang-kacangan, dan umbi-umbian menjadi bahan pangan setengah jadi diperlukan pengetahuan teknologi yang memadai.
  • Serealia, kacang-kacangan, dan umbi-umbian memiliki berbagai macam karakteristik sehingga teknik pengolahannya pun tidak bisa hanya dengan teknik pengolahan dasar, tetapi perlu menggunakan teknik pengolahan pengawetan pangan.
  • Dengan menggunakan teknik pengolahan pengawetan, bahan pangan dapat bertahan lebih lama, bergizi untuk dikonsumsi, dapat dikonsumsi kapan saja dan di mana saja, serta dapat menetralisir atau menghilangkan racun-racun alami yang tidak dikehendaki yang terdapat di dalam bahan pangan tersebut.

Berdasarkan prosesnya, teknik pengawetan pangan dapat dibagi menjadi 3 metode yaitu pengawetan fisik, biologis, dan kimiawi.

1. PENGAWETAN SECARA FISIK

Pengawetan secara fisik merupakan proses pengawetan secara alami, yang meliputi pengawetan dengan suhu rendah (pendinginan), pengawetan dengan suhu tinggi (pemanasan), dan pengeringan.

a. Pengawetan dengan Suhu Rendah

  • Pengawetan dengan suhu rendah merupakan proses pengawetan dengan memasukkan bahan pangan pada lemari pendingin.
  • Prinsip pengawetan dengan suhu rendah (pendinginan) bertujuan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dan menghambat aktivitas bakteri. Setelah bahan pangan dikeluarkan dari lemari pendingin, mikroorganisme dapat aktif kembali.
  • Pengawetan dengan suhu rendah dibedakan menjadi 2 macam yaitu cooling (pendinginan dengan suhu antara -2°C sampai +10°C ) dan freezing (pendinginan dengan suhu antara -12°C sampai -24°C).
  • Selain cooling dan freezing terdapat pula quick freezing yaitu pembekuan cepat yang dilakukan pada suhu -24°C sampai -40°C .

b. Pengawetan dengan Suhu Tinggi

  • Pengawetan dengan suhu tinggi dengan cara dipanaskan seringkali digunakan dalam memasak, misalnya merebus atau menggoreng suatu bahan makanan. Namun seringkali kita tidak mengetahui batasan pemanasan yang dilakukan terhadap makanan. Jika pemanasannya tidak tepat, banyak nilai gizi yang hilang dari makanan yang dimasak tersebut.
  • Pemanasan yang baik adalah secukupnya agar nilai gizi yang hilang tidak terlalu banyak.
  • Dua faktor yang harus diperhatikan dalam pengawetan suhu tinggi atau pemanasan yaitu (1) jumlah panas yang diberikan harus cukup untuk mematikan mikroba pembusuk dan mikroba patogen; (2) jumlah panas yang digunakan tidak boleh menyebabkan penurunan gizi dan cita rasa makanan.
  • Dalam proses pemanasan, ada hubungan antara panas dan waktu, yaitu jika suhu yang digunakan rendah, maka waktu pemanasan lebi lama, sebaliknya jika suhu tinggi maka waktu pemanasan singkat.
  • Berdasarkan penggunaan suhu, waktu, dan tujuan pemanasan, proses pemanasan dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu proses sterilisasi dan pasteurisasi.

(1) Sterilisasi

  • Sterilisasi berarti membebaskan bahan dari semua mikroba karena beberapa spora bakteri relatif lebih tahan terhadap panas.
  • Sterilisasi biasa dilakukan pada suhu yang tinggi, misalnya 121°C (250°F) selama 15 menit.
  • Sterilisasi komersial adalah sterilisasi yang biasa dilakukan terhadap sebagian besar pangan di dalam kaleng atau botol.
  • Makanan yang steril secara komersial berarti semua mikroba penyebab penyakit dan pembentuk racun (toksin) dalam makanan tersebut telah dimatikan, begitu pula dengan bakteri pembusuk. Sehingga produk pangan yang telah mengalami sterilisasi akan mempunyai daya awet yang tinggi yaitu beberapa bulan sampai beberapa tahun.
  • Pengalengan/Pembotolan adalah suatu cara pengawetan bahan pangan yang dipak secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba, dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah, yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua mikroba patogen (penyebab penyakit) dan pembusuk.
  • Pengalengan secara hermetis memungkinkan makanan dapat terhindar dari kebusukan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi, atau perubahan cita rasa.
(2) Pasteurisasi

  • Pasteurisasi adalah proses pemanasan bahan pangan pada suhu di bawah titik didih air (di bawah 100°C) dengan tujuan untuk mengurangi populasi mikroorganisme pembusuk.
  • Walaupun proses pasteurisasi hanya mampu membunuh sebagian populasi mikroorganisme, namun tetap sering diaplikasikan terutama jika dikhawatirkan bahwa penggunaan panas yang terlalu tinggi akan menyebabkan terjadinya kerusakan mutu (misalnya pada susu).
  • Tujuan utama pasteurisasi hanyalah untuk membunuh mikroorganisme patogen (penyebab penyakit, misalnya pada susu) atau inaktivasi (menghentikan aktivitas) enzim-enzim yang dapat merusak mutu (misalnya pada sari buah).
  • Makanan yang dipasteurisasi tidak dapat menyebabkan penyakit tetapi mempunyai masa simpan terbatas yang disebabkan mikroba nonpatogen dan pembusuk masih ada dan dapat berkembangbiak. Oleh karena itu, pasteurisasi biasanya disertai dengan cara pengawetan lain, misalnya makanan yang dipasteurisasi kemudian disimpan dengan cara pendinginan (di dalam lemari pendingin).

(3) Balanching

  • Selain proses sterilisasi dan pasteurisasi terdapat pula proses balanching.
  • Balanching merupakan proses perlakuan pemanasan awal yang baisanya dilakukan pada bahan nabati segar sebelum mengalami proses pembekuan, pengeringan, atau pengalengan.
  • Balanching akan mematikan beberapa bakteri dan menonaktifkan enzim yang menyebabkan pembusukan pada makanan.
  • Balanching bermanfaat untuk mempermudah proses pengupasan kulit pada buah atau kacang-kacangan dan untuk menunjang tampilan warna dari beberapa sayuran (terutama hijau) sehingga klorofilnya tidak hilang dan tetap segar.
  • Balanching biasanya dilakukan pada suhu di bawah 100°C selama beberapa menit dengan cara perebusan dan pengukusan.
  • Contoh proses balanching yaitu mencelupkan bahan pangan nabati di dalam air mendidih selama 3 sampai 5 menit atau mengukusnya selama 3 sampai 5 menit, kemudian segera dilanjutkan dengan proses pendinginan dengan cara dibenamkan ke dalam  air es selama beberapa waktu. Biasanya lama waktu untuk proses pendinginan sama dengan lama waktu untuk proses balanching. Waktu pendinginan tidak boleh terlalu lama karena dapat menyebabkan meningkatnya kehilangan komponen larut air (lisis) ke dalam air pendingin. Untuk meminimalkan kehilangan komponen larut air (lisis) ke dalam air pendingin, maka proses pendinginan dapat dilakukan dengan menggunakan udara dingin sebagai media pendinginnya.
  • Pendinginan bertujuan untuk mencegah pelunakan jaringan yang berlebihan sekaligus dan sebagai proses pencucian setelah balanching.
  • Setiap bahan pangan memiliki waktu balanching yang berbeda-beda untuk inaktivasi enzim, yaitu tergantung pada jenis bahan, metode balanching yang digunakan, ukuran bahan, dan suhu media pemanas yang digunakan.

c. Pengeringan

  • Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air tersebut menggunakan energi panas.  Biasanya kandungan air bahan tersebut dikurangi sampai suatu batas agar mikroba tidak dapat tumbuh lagi di dalamnya. 

  • Keuntungan produk hasil pengeringan adalah awet, lebih ringan, volume lebih kecil sehingga memudahkan penyimpanan dan  transportasi, serta menimbulkan cita rasa khas. 

  • Pengeringan dapat berlangsung dengan baik jika pemanasan secara merata dan uap air dikeluarkan dari seluruh permukaan bahan tersebut. 

  • Faktor-faktor yang memengaruhi pengeringan terutama adalah kadar air bahan yang akan dikeringkan, luas permukaan bahan, suhu pengeringan, aliran udara, dan tekanan uap di udara.

  • Pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan suatu alat pengering (articial dryer), atau dengan penjemuran (sun drying), yaitu pengeringan dengan menggunakan energi langsung dari sinar matahari. Sebagai contoh, kerupuk opak (bahan singkong) dan emping.

  • Pengeringan buatan (articial drying) mempunyai keuntungan karena suhu dan aliran udara dapat diatur sehingga waktu pengeringan dapat ditentukan dengan tepat dan kebersihan dapat diawasi sebaik-baiknya.

  • Penjemuran mempunyai keuntungan karena energi panas yang digunakan murah dan bersifat murah serta melimpah, namun, kerugiannya adalah jumlah panas sinar matahari yang tidak tetap sepanjang hari dan kenaikan suhu tidak dapat diatur sehingga waktu penjemuran sukar untuk ditentukan dengan tepat. Selain itu, karena penjemuran dilakukan di tempat terbuka yang langsung berhubungan dengan sinar matahari, kebersihannya harus diawasi dengan sungguh-sungguh. 

2. PENGAWETAN SECARA BIOLOGIS

  • Proses pengawetan secara biologis adalah proses pengawetan dengan cara fermentasi (peragian) dan memerlukan peran enzim serta bakteri fermentasi.

a. Fermentasi

  • Fermentasi (peragian) merupakan proses perubahan dari karbohidrat menjadi alkohol. Zat-zat yang bekerja pada proses ini ialah enzim yang dibuat oleh sel-sel itu sendiri.

  • Lamanya proses fermentasi atau peragian  tergantung dari bahan yang akan difermentasikan.

b. Enzim

  •  Enzim adalah suatu katalisator biologis yang dihasilkan oleh sel-sel hidup dan dapat membantu mempercepat bermacam-macam reaksi biokimia.

  •  Enzim yang terdapat dalam makanan dapat berasal dari bahan mentahnya atau mikroorganisme yang terdapat pada makanan tersebut. Bahan makanan seperti daging, ikan, susu, buah-buahan, dan biji-bijian mengandung enzim tertentu secara normal ikut aktif bekerja di dalam bahan tersebut.

  • Enzim dapat menyebabkan perubahan dalam bahan pangan. Perubahan yang terjadi dapat berupa rasa, warna, bentuk, kalori, dan sifat-sifat lainnya. Beberapa enzim yang penting dalam pengolahan daging adalah bromelin dari nenas dan papain dari getah buah atau daun pepaya.

Berikut ini 2 contoh  enzim yang berperan dalam proses pengawetan secara biologis:

Enzim Bromalin

Enzim ini didapat dari buah nanas yang digunakan untuk mengempukkan daging. Aktivitasnya dipengaruhi oleh kematangan buah, konsentrasi pemakaian, dan waktu penggunaan. Untuk memperoleh hasil yang maksimum sebaiknya digunakan buah yang muda. Semakin banyak nanas yang digunakan, semakin cepat proses bekerjanya.

Enzim Papain

Enzim ini berupa getah pepaya yang disadap dari buah pepaya yang berumur 2,5 - 3 bulan. Enzim ini dapat digunakan untuk mengempukkan daging, bahan penjernih pada industri minuman bir, industri tekstil, industri penyamakan kulit, industri farmasi, dan alat-alat kecantikan (kosmetik) dan lain-lain.

Enzim papain biasa diperdagangkan dalam bentuk serbuk putih kekuningan, halus, dan kadar airnya 8%. Enzim ini harus disimpan dibawah suhu 60°C. Pada 1 (satu) buah pepaya dapat dilakukan 5 kali sadapan. Tiap sadapan menghasilkan lebih kurang 20 gram getah. Getah dapat diambil setiap empat hari dengan jalan menggoreskan buah tersebut dengan pisau.

c. Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus sp)

  • Fermentasi bukan hanya berfungsi sebagai proses pengawet bahan makanan, tetapi juga berkhasiat bagi kesehatan. 

  • Salah satunya fermentasi menggunakan bakteri asam laktat pada bahan pangan dapat menghambat pertumbuhan bakteri fekal yaitu sejenis bakteri yang jika dikonsumsi akan menyebabkan muntah-muntah, diare, atau muntaber. 

  • Bakteri asam laktat (Lactobacillus sp) merupakan kelompok mikroba dengan habitat dan lingkungan hidup sangat luas, baik di perairan (air tawar ataupun laut), tanah, lumpur, maupun batuan.  Asam laktat yang dihasilkan bakteri dengan nilai pH (keasaman) 3,4 - 4 cukup untuk menghambat sejumlah bakteri perusak dan pembusuk bahan makanan dan minuman. Namun, selama proses fermentasi sejumlah vitamin juga dihasilkan, khususnya B-12. 

  • Bakteri asam laktat juga menghasilkan lactobacillin (laktobasilin), yaitu sejenis antibiotik serta senyawa lain yangberkemampuan menonaktifkan reaksi kimia yang dihasilkan oleh bakteri fekal di dalam tubuh manusia dan bahkan mematikannya.

  • Di beberapa kawasan Indonesia, tanpa disadari makanan hasil fermentasi laktat telah lama menjadi bagian di dalam menu makanan sehari-hari. Yang paling terkenal tentu saja oncom, kecap, tauco, serta terasi. 

3. PENGAWETAN SECARA KIMIAWI

Teknik pengawetan secara kimiawi dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu (a) penggunaan pengawet alami yang diperoleh dari makanan segar seperti gula, garam, bawang putih, cuka, kunyit dan kluwak dan (b)  penggunaan Bahan Tambahan Makanan (BTM) dan (c) pengasapan.

a. Penggunaan Pengawet Alami

1) Gula Pasir

  • Gula pasir merupakan hasil pemanasan dan pengeringan sari tebu atau bit dengan bentuk butiran berwarna putih yang tersusun atas 99.9% sukrosa murni.

  • Fungsi gula pasir biasanya untuk memberikan rasa manis, namun dapat juga berfungsi sebagai pengawet. Sifat gula pasir adalah higroskopis atau menyerap air sehingga sel-sel bakteri akan dehidrasi dan akhirnya mati. 

  • Sebagai bahan pengawet, pengunaan gula pasir minimal 3% atau 30 gram/kg bahan. Contoh produk yang diawetkan dengan penggulaan adalah manisan, selai, dodol, permen, sirup, dan jeli.

2) Garam Dapur

  • Garam dapur adalah senyawa kimia natrium chlorida (NaCl). 

  • Garam dapur merupakan bumbu utama setiap masakan yang berfungsi memberikan rasa asin dan sebagai pengawet. 

  • Sifat garam dapur adalah higroskopis atau menyerap air sehingga adanya garam akan menyebabkan sel-sel mikroorganisme mati karena dehidrasi.  

  • Garam dapur juga dapat menghambat dan menghentikan reaksi autolisis yang dapat mematikan bakteri yang ada di dalam bahan pangan.

  • Penggunaan garam sebagai pengawet biasanya minimal sebanyak 20% atau 2 ons/kg bahan. Contoh produk yang diawetkan dengan penggaraman yaitu telur asin, ikan asin, asinan sayuran dan kacang tanah. 

  • Cara penggunaannya sangat sederhana, yaitu tinggal menambahkan garam dalam jumlah tinggi ke dalam bahan pangan yang akan diawetkan.

3) Cuka

  • Cuka adalah produk hasil fermentasi dari bakteri acetobacter. Banyak jenis cuka beredar di pasaran seperti cuka apel, cuka hitam, cuka aren, dan cuka limau. Tiap-tiap cuka ini diperoleh dari bahan dasar fermentasi yang berbeda. 

  • Cuka yang sering digunakan untuk memasak adalah cuka masak atau cuka sintetis/kimiawi dengan rasa asam yang sangat kuat. Biasanya cuka mengandung asam asetat 98%.

  • Selain memberikan rasa asam pada masakan dan minuman, cuka juga bisa digunakan sebagai bahan pengawet.

  • Produk yang biasanya diawetkan dengan cuka yaitu acar, kimchi,  jelly, dan minuman. 

  • Penggunaannya disesuaikan dengan jenis produk yang diawetkan. Selain meningkatkan daya simpan, cuka juga dapat mempertahankan warna atau mencegah reaksi browning/pencokelatan pada buah dan sayuran.

4) Bawang Putih

  • Bawang putih (Allium sativum) merupakan bumbu dapur dengan aroma dan rasa yang khas pada masakan. 

  • Selain sebagai bumbu dapur, bawang putih sangat efektif sebagai pengawet karena dapat menghambat pertumbuhan khamir dan bakteri. 

  • Kandungan allicin di dalam bawang putih sangat efektif mematikan bakteri gram positif dan gram negatif. Bawang putih juga bersifat antimikroba. Manfaat lainnya adalah dapat mengurangi jumlah bakteri aerob, kaliform dan mikroorganisme lainnya sehingga bahan makanan yang ditambahkan bawang putih akan lebih awet. 

  • Penggunaannya mudah. Tambahkan bawang putih ke dalam potongan daging atau ikan dan simpan di dalam freezer. Dengan cara ini daging atau ikan bisa bertahan 20 hari.

5) Kunyit

  • Kunyit dapat digunakan sebagai pengawet makanan karena berfungsi sebagai antibiotik, antioksidan, antibakteri, anti radang, dan antikanker. 

  • Di samping itu kunyit juga berfungsi sebagai pewarna alami, seperti yang biasa digunakan pada tahu. 

  • Kandungan utama kunyit basah adalah kurkuminoid 3-5%, sedangkan pada kunyit ekstrak, kandungan kurkuminoid mencapai 40-50%.

  • Untuk penggunaan kunyit disarankan agar tidak melalui pemanasan, terkena cahaya, dan lingkungan yang basah. Sebaiknya kunyit ditumbuk, digiling, dan diperas airnya.

6) Kluwak

  • Kluwak (Pangium edule Reinw) digunakan sebagai bumbu dapur dan pemberi warna, serta juga bisa digunakan sebagai pengawet. Contohnya, sebagai pengawet ikan segar dengan kluwak bisa bertahan hingga enam hari.

  • Cara penggunaanya, buah kluwak dicincang halus, dikeringkan, kemudian dimasukkan ke dalam perut ikan yang telah dibersihkan isi perutnya. Pengawetan dengan kluwak seringkali dikombi asikan dengan penggaraman dan pendinginan.

b. Pengawet Sintetis (Bahan Tambahan Makanan)

  • Pengawet sintetis atau menggunakan Bahan Tambahan Makanan (BTM) merupakan hasil sintesis secara kimia. 

  • Bahan pengawet sintetis mempunyai sifat lebih stabil, lebih pekat, dan penggunaannya lebih sedikit. 

  • Penggunaan bahan kimia untuk pengawet harus digunakan dalam takaran yang tepat dan sesuai dengan ketentuan agar aman bagi manusia.  

  • Kelemahan pengawet sintetis adalah efek samping yang ditimbulkan. Pengawet sintetis dipercaya bisa menimbulkan efek negatif bagi kesehatan, seperti memicu pertumbuhan sel kanker akibat senyawa karsinogenik dalam pengawet. 

  • Contoh dari pengawet sintetis adalah nastrium benzoat, kalium sulfit dan nitrit.

Beberapa bahan pengawet diperbolehkan untuk dipakai, namun kurang aman jika digunakan secara berlebihan. Bahan-bahan pengawet tersebut antara lain sebagai berikut.

1) Asam Benzoat (acidium benzoicum)

  • Umumnya berupa garam natrium benzoat dengan ciri-ciri berbentuk serbuk atau kristal putih, halus, sedikit berbau, berasa payau, dan pada pemanasan yang tinggi akan meleleh lalu terbakar. 

  • Asam benzoat berfungsi untuk mengendalikan pertumbuhan jamur dan bakteri. 

  • Penggunaan asam benzoat dengan kadar lebih dari 250 ppm dapat memberikan efek samping berupa alergi. 

  • Pada konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan iritasi pada lambung dan saluran pencernaan.

2) Kalsium Benzoat

  • Bahan pengawet ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri penghasil toksin (racun), bakteri spora, dan bakteri bukan pembusuk.

  •  Senyawa ini dapat memengaruhi rasa. Bahan makanan atau minuman yang diberi benzoat dapat memberikan kesan aroma fenol, yaitu seperti aroma obat cair.

  • Kalsium benzoat digunakan untuk mengawetkan minuman ringan, minuman anggur, saus sari buah, sirop, dan ikan asin. 

  • Bahan ini bisa menyebabkan dampak negatif pada penderita asma dan bagi orang yang peka terhadap aspirin. Kalsium benzoat bisa memicu terjadinya serangan asma.

3) Sulfur Dioksida (SO2)

  • Bahan pengawet ini juga banyak ditambahkan pada sari buah, buah kering, kacang kering, sirop, dan acar. 

  • Meskipun bermanfaat, penambahan bahan pengawet tersebut berisiko menyebabkan perlukaan lambung, mempercepat serangan asma, mutasi genetik, kanker, dan alergi.

4) Kalium Nitrit

  • Kalium nitrit berwarna putih atau kuning dan kelarutannya tinggi dalam air. Bahan ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada daging dan ikan dalam waktu yang singkat. 

  • Kalium nitrit sering digunakan pada daging yang telah dilayukan untuk mempertahankan warna merah agar tampak selalu segar, semisal daging kornet. 

  • Penggunaan yang berlebihan bisa menyebabkan keracunan. Selain memengaruhi kemampuan sel darah dalam membawa oksigen ke berbagai organ tubuh, juga menyebabkan kesulitan bernapas, sakit kepala, anemia, radang ginjal, dan muntah-muntah.

5) Kalsium Propionat/Natrium Propionat

  • Keduanya termasuk dalam golongan asam propionat yang sering digunakan untuk mencegah tumbuhnya jamur atau kapang. 

  • Bahan pengawet ini biasanya digunakan untuk produk roti dan tepung. 

  • Penggunaan yang berlebihan bisa menyebabkan migrain, kelelahan, dan kesulitan tidur.

6) Natrium Metasulfat

Sama dengan kalsium dan natrium propionat, natrium metasulfat juga sering digunakan pada produk roti dan tepung. Bahan pengawet ini diduga bisa menyebabkan alergi pada kulit.

7) Asam Sorbat

Beberapa produk beraroma jeruk, berbahan keju, salad, buah, dan produk minuman kerap ditambahkan asam sorbat. Meskipun aman dalam konsentrasi tinggi, asam ini bisa membuat perlukaan di kulit.

8) Zat Pewarna

Berfungsi sebagai pewarna untuk menarik selera dan keinginan konsumen. Pewarna sintetis contohnya carbon black untuk memberikan warna hitam, titanium oksida untuk memutihkan, dan lain-lain.

c. Pengasapan

  • Proses pengasapan termasuk jenis pengawetan cara kimia. Bahan-bahan kimia dalam asap dapat berfungsi sebagai pengawet makanan. 

  • Efek pengawetan berasal dari kontak antara komponen asap hasil pembakaran kayu dengan bahan pangan yang diasap. Komponen yang terdapat dalam asap adalah senyawa antimikrobia dan komponen antioksidan. 

  • Biasanya teknik pengasapan didahului dengan proses pengeringan dan pengasinan. Sebagai contoh, ikan asap, dan telur asin bakar. Dengan jumlah pemakainan yang tepat, pengawetan dengan cara kimia pada makanan akan lebih praktis serta lebih dapat menghambat berkembangbiaknya mikroorganisme seperti jamur atau kapang, bakteri, dan ragi.

D. TAHAPAN/LANGKAH PENGOLAHAN BAHAN SEREALIA, KACANG-KACANGAN, DAN UMBI-UMBIAN MENJADI PRODUK/BAHAN PANGAN SETENGAH JADI 

Berikut ini akan diberikan beberapa contoh cara membuat bahan pangan setengah jadi dari bahan serealia, kacang-kacangan dan umbi-umbian.

1. KERUPUK RENGGINANG

Rengginang adalah kerupuk yang memiliki bentuk butiran beras yang khas dan tebal. Biasanya terbuat dari nasi atau beras ketan.

a. PERENCANAAN
  • Identifikasi Kebutuhan
Di daerah Jawa pada umumnya sebuah keluarga memiliki banyak anak. Seringkali dalam memasak nasi berlebih atau bersisa. Ibu-ibu zaman dahulu yang sangat mencintai keluarganya selalu ingin menyenangkan keluarganya, salah satunya dengan membuat makanan camilan. Nasi yang seringkali berlebih atau bersisa mendorong kreativitas ibu-ibu untuk membuat panganan keluarga pada waktu santai.
  • Ide/Gagasan
Membuat rengginang sebagai alternatif pemanfaatan nasi yang berlebih.

b. PELAKSANAAN/PEMBUATAN
  • Persiapan

Mempersiapkan bahan dan alat yang diperlukan secara lengkap. Bahan dan alat dapat diperoleh dengan cara membeli atau meminjam teman/keluarga.

Bahan: Beras, air, bumbu (garam, bawang putih, terasi secukupnya), dan minyak goreng.

Alat: Baskom, panci, dandang pengukus, rice cooker, centong kayu, sutil/spatula, ulekan, wajan penggorengan.

  • Tahapan Proses Pembuatan
  1. Cuci beras ketan, lalu tiriskan.
  2. haluskan bumbu dengan menggunakan ulekan.
  3. Campur bumbu yang sudah diulek dengan beras ketan bersih.
  4. Tuang beras ketan berbumbu ke dalam rice cooker, beri air secukupnya lalu masaklah hingga matang.
  5. Ambil satu sendok nasi lalu bentuk pipih. Lakukan terus sampai semua nasi habis.
  6. Setelah semua nasi dibentuk pipih, susun ditampah dan dijemur di bawah sinar matahari hingga kering.
  7. Rengginang kering mentah sudah jadi.
  8. Gorenglah rengginang kering dengan minyak yang banyak hingga merekah dan matang.
Gambar 1. proses pembuatan rengginang
sumber: modern.id

c. PENYAJIAN/PENGEMASAN
  • Rengginang kering mentah dapat dikemas menggunakan plastik transparan yang ditutup rapat/dipress
  • Rengginang yang sudah digoreng dapat disajikan dan dikemas menggunakan toples yang rapat ataupun plastik transparan yang ditutup rapat/dipress.
d. EVALUASI
  • Pada akhir pengolahan pangan rengginang, ujilah hasilnya dengan cara mencoba/merasakan masakanmu. Jika ada yang kurang sesuai, buatlah catatan evaluasinya sebagai bahan masukan dan bahan perbaikan nantinya.

2. TEPUNG PATI UBI JALAR

a. PERENCANAAN
  • Identifikasi Kebutuhan
Misalnya kita akan membuat kue talam ubi menggunakan bahan baku tepung ubi jalar. Tepung ubi jalar sulit didapatkan di sekitar kita sehingga dengan memiliki olahan pangan setengah jadi tepung ubi jalar akan memudahkan keperluan akan tepung ubi jalar sebagai pembuatan kue dari bahan baku tersebut.
  • Ide/Gagasan
Membuat tepung dari ubi jalar agar dapat disimpan lama dan memudahkan jika dibutuhkan sewaktu-waktu. Tepung ini dapat digunakan dalam pembuatan kue.

b. PELAKSANAAN/PEMBUATAN
  • Persiapan

Mempersiapkan bahan dan alat yang diperlukan secara lengkap. Bahan dan alat diperoleh dengan cara membeli atau meminjam teman/tetangga.

Bahan: ubi jalar dan air.

Alat: baskom, pisau, parutan, kain, ayakan.

  • Tahapan Proses Pembuatan
  1. Ubi jalar dicuci bersih. Pencucian dapat dilakukan di bawah air yang mengalir.
  2. Ubi jalar dikupas dengan menggunakan pisau atau peeler (pisau pengupas), kemudian dicuci bersih.
  3. Ubi jalar diparut halus, hingga membentuk seperti bubur kasar.
  4. Bubur ubi jalar diberi air, lalu diperas. Caranya taruh bubur ubi jalar pada kain saringan, lalu peras.
  5. Bubur ubi jalar yang diperas akan keluar sari patinya. Peraslah bubur ubi jalar terus menerus sampai air ampas ubi jalar bening, tandanya sari pati ubi jalar sudah habis (perbandingan ubi jalar : air = 1 : 2).
  6. Biarkan sari pati ubi jalar mengendap selama tiga jam. Maka akan terlihat sari pati di bagian bawah dan air bening di atasnya. Buanglah air bening dengan sendok perlahan-lahan. Kemudian jemur di bawah sinar matahari hingga kering.
  7. Sari pati basah akan kering dan menjadi tepung pati. Kemudian tepung pati ubi jalar diayak untuk memisahkan butiran-butiran yang bukan bagian dari tepung pati.


Gambar 2. proses pembuatan tepung pati ubi jalar
sumber: dok. kemdikbud

c. PENYAJIAN/PENGEMASAN
  • Tepung pati ubi jalar dikemas dengan plastik yang dipres.
  • Tepung pati ubi jalar yang proses pengeringannya baik dapat disimpan relatif lama.
d. EVALUASI
  • Pada akhir pengolahan pangan setengah jadi tepung peti ubi jalar, ujilah hasilnya dengan cara mencoba/merasakan produk yang kamu buat. Jika ada yang kurang sesuai, buatlah catatan evaluasinya sebagai bahan masukan dan bahan perbaikan nantinya.

E. PENYAJIAN DAN KEMASAN

  • Penyajian dan kemasan selain memberikan manfaat sebagai wadah penyajian produk juga berhubungan dengan cara menampilkan produk/hasil olahan pangan agar lebih menrik.

  • Kemasan yang menarik akan menjadi daya pikat terhadap konsumen untuk membeli produk hasil pengolahan pangan.

  • Pengemasan produk pengolahan pangan setengah jadi hendaknya kedap udara. Tujuannya agar makanan yang disimpan dapat bertahan lama

  • Umumnya kemasan produk pengolahan pangan setengah jadi yang digunakan adalah plastik yang dipres atau ujung plastik dibakar dengan api lilin. Kemasan plastik pada produk pengolahan pangan setengah jadi ini terkesan biasa saja.

  • Lantas bagaimana agar kemasan produk pengolahan pangan setengah jadi menjadi lebih menarik? Dalam hal ini, kreativitas kitalah yang diperlukan. Salah satu contoh kreativitas pengemasan produk olahan pangan setengah jadi seperti gambar-gambar berikut ini:

Gambar 3. kemasan berbagai bahan pangan setengah jadi dari bahan serealia dan umbi-umbian
sumber: shopee.co.id
  • Produk pangan setengah jadi di atas (gambar 3) setelah dikemas plastik kedap udara yang plastiknya dilukis dengan cat (cetak desain produk dengan cat yang bisa menempel pada plastik), lalu dimasukkan pada dus yang didesain menarik. 

F. KESELAMATAN KERJA

  1. Gunakan celemek dan ikat rambut (jika perempuan) agar tidak ada rambut yang terjatuh pada makanan saat bekerja. 
  2. Cuci tangan sebelum bekerja atau gunakan sarung tangan yang sesuai.
  3. Berhati-hatilah dalam menggunakan benda tajam (seperti pisau dan parutan) dan kompor.
  4. Matikan kompor dengan benar setelah selesai memasak.
  5. Jagalah kebersihan tempat kerja dan peralatan yang digunakan pada pengolahan bahan serealia, kacang-kacangan, dan umbi-umbian menjadi bahan pangan setengah jadi.

Demikianlah ulasan mengenai "Pengolahan Serealia, Kacang-kacangan, dan Umbi-umbian Menjadi Bahan Pangan Setengah Jadi". Semoga postingan ini bermanfaat dan sampai jumpa di postingan-postingan lainnya..


NB: Postingan ini disalin dari buku pelajaran sekolah yang bertujuan sebagai alternatif sumber belajar bagi siswa yang sedang menjalani belajar dari rumah (PJJ) di masa pandemi covid-19, terutama bagi siswa yang kondisi gawai (hp)nya tidak mampu mengakses dokumen berbentuk pdf/ powerpoint/ video youtube.

DAFTAR PUSTAKA

Suci Paresti, dkk. 2017. Prakarya SMP/MTs Kelas VIII Semester 1 (Cetakan Ke-2). Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PRAKARYA KELAS 9 "PENGOLAHAN HASIL PETERNAKAN DAN PERIKANAN MENJADI MAKANAN SIAP SAJI"

PRAKARYA KELAS 9 "PENGOLAHAN BAHAN PANGAN SETENGAH JADI DARI HASIL PETERNAKAN DAN PERIKANAN MENJADI MAKANAN SIAP KONSUMSI"